Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengakui dilema saat pemudik kembali ke Kota Depok membawa sanak saudara dari kampung halaman. Padahal migrasi di Kota Depok dinilai cukup tinggi sehingga perlu penanganan nasional pada persoalan urbanisasi.Â
Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan, Pemerintah Kota Depok pernah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, terkait penanganan arus balik pemudik yang membawa keluarga untuk menetap di Kota Depok. Hal itu dikarenakan Pemkot Depok kesulitan mengantisipasi hal tersebut.Â
Baca Juga
"Itu sangat sulit mengantisipasinya, apalagi mereka warga negara Indonesia," ujar Idris kepada Liputan6.com, Rabu (19/4/2023).Â
Advertisement
Idris menjelaskan, banyak warga negara Indonesia yang ingin tinggal di kota besar, salah satunya Jakarta. Namun sesampainya di kota tersebut, banyak pendatang kesulitan mendapatkan tempat tinggal sehingga beralih ke kota penyangga, seperti Kota Depok.Â
"Masalahnya warga Indonesia yang memang ingin ke Jakarta, tapi Jakarta sudah tidak kebagian tempat, tapi larinya ke Kota Depok," jelas Idris.Â
Atas fenomena tersebut menjadikan catatan tersendiri bagi Pemkot Depok dalam hal migrasi. Idris mengakui, migrasi di Kota Depok paling banyak berasal dari wilayah Jakarta.Â
"Tambahan migrasi kami Kota Depok, justru paling banyak dari Jakarta," ucap Idris.
Â
Bawa Sanak Saudara, Pemudik Beralih ke Kota Penyangga
Jika mengacu pada hal tersebut, tidak dapat dipungkiri, para pemudik yang membawa sanak saudara untuk tinggal di Jakarta, sudah beralih ke kota penyangga. Adapun kota penyangga yang menjadi lokasi tempat tinggal baru yakni Depok, Bekasi, Tangerang Selatan, dan kota penyangga lainnya.Â
"Memang harus kita ambil secara nasional sehingga kita bisa mengantisipasi, karena ini kecenderungan urbanisasi ya, artinya orang akan cenderung tinggal di Kota besar," papar Idris.
Idris mengungkapkan, Pemerintah Kota Depok tidak dapat melarang para pemudik membawa sanak saudara untuk tinggal di Kota Depok. Hal itu akan melanggar undang-undang dan hak asasi manusia sehingga pihaknya hanya dapat melakukan penertiban administrasi kependudukan.Â
"Kalau mereka mau pindah ke sini monggo, tapi dengan mengurus KTP, kalau tidak menggunakan izin domisili," pungkas Idris.Â
Advertisement
Wali Kota Klaim Depok Kota Toleran, Sebut Buktinya Tak Ada Perkelahian Antar Suku
Di sisi lain, Depok kembali menempatkan diri sebagai kota intoleran versi Setara Institute. Adapun, itu sudah tiga kali berturut-turut mendapatkannya.
Terkait hal tersebut, Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan, Pemerintah Kota Depok melalui Kesabangpol Kota Depok bersama akademisi Universitas Indonesia, telah melakukan survei pada 2022. Survei tersebut terkait kerukunan beragama di Kota Depok yang mendapatkan predikat cukup baik.
"Memang kita tidak memberikan publikasi secara besar-besaran, ini mungkin kekurangan kami bahwa kerukunan beragama di kota Depok ini dianggap cukup baik," ujar Idris kepada Liputan6.com, Rabu (12/4/2023).
Dia menjelaskan, kerukunan antar umat beragama berjalan cukup harmonis dan perhatian yang diberikan Pemerintah diberikan sama rata kepada agama yang dilegalkan negara. Idris mengakui, terkait penilaian dari sisi konflik, terdapat satu kecamatan rentan terjadinya konflik.
Memang ada satu Kecamatan yang rentan konflik tapi masih dalam batasan cukup baik tidak terlalu membahayakan," jelas Idris.
Menurut dia, Kota Depok kerap dijadikan sebagai kota transit sehingga beragam masalah namun tetap dapat menjaga kondusifitas wilayah.
"Depok ini berada di pertengahan loh, tempat transit orang-orang yang macam-macam, masalah narkobanya, jadi bukan masalah tidak tolerir etnis atau segala macam," ucap Idris.
Dia mengungkapkan, Kota Depok tidak memiliki konflik antar suku, seperti Jawa dengan Betawi. Menurutnya, Kota Depok dapat menerima beragam suku yang ingin tinggal di Kota Depok atau menjadikan sebuah kota sebagai melanjutkan kehidupan.
"Welcome ya kan, suku-suku yang lain juga begitu," ungkap Idris.